Kamis, 28 Mei 2020

Fotografer Indonesia yang Mendunia

Andreas Darwis Triadi


Darwis Triadi, sosok pria berdarah Jawa ini merupakan salah satu fotografer profesional di Indonesia. Dia sudah menekuni bidang ini sejak tahun 1979. Namun, banyak lika-liku kehidupan yang harus ia jalani sebelum ia terkenal seperti sekarang. Kualitas hasil karyanya tidak perlu diragukan lagi. 
Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah fotografi bernama Darwis Triadi School of Photograph di beberapa kota di Indonesia. Dia berkomitmen untuk selalu berbagi ilmu tentang fotografi kepada yang ingin belajar dan melahirkan fotografer profesional yang idealis. Andreas Darwis Triadi atau yang biasa dikenal dengan Darwis Triadi merupakan salah satu fotografer profesional di Indonesia. 
Ia sudah berkecimpung di dunia fotografi selama 40 tahun dimulai dari tahun 1979. Dia bahkan dipercaya untuk memotret pasangan presiden dan wakil presiden Indonesia terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin dalam pemotretan resminya. Namun siapa sangka bahwa pendidikan yang ia tempuh sebelumnya tidak mempunyai korelasi dengan fotografi.
Tetapi ia berhasil membuktikan bahwa hasil perjuangannya tidak akan mengkhianati usaha yang selama ini ia tempuh. Perjalanan hidup seorang Darwis Triadi memang tidak mudah, apalagi ketika dia mengambil keputusan untuk meninggalkan dunia penerbangan dan mulai merintis kariernya sebagai fotografer. Keputusannya tersebut sempat ditentang oleh kedua orang tuanya, namun ia berhasil meyakinkan kedua orang tuanya bahwa ia juga dapat mencapai kesuksesan dengan menjadi fotografer. 

Perjuangannya tidak berhenti sampai di situ, ketika ia memutuskan menjadi fotografer dan dia belum memiliki ilmu yang cukup ia harus berjuang lebih untuk mendapatkan ilmu tentang fotografi. 

Ia mulai mendalami dunia fotografi secara otodidak. Ia juga membaca banyak buku yang terkait dengan dunia fotografi dan banyak melakukan praktek langsung, bahkan ia sempat mengikuti beberapa kursus di luar negeri. Darwis Triadi awalnya tidak menempuh pendidikan yang sejalan dengan kariernya saat ini. 

Dia dulunya merupakan lulusan sekolah penerbangan. Pada tahun 1975 ia menempuh pendidikan di sekolah penerbangan di daerah Curug yaitu LPPU Curug, Tangerang. Setelah ia berhasil menyelesaikan pendidikannya tersebut, ia merasa tidak klop dengan dunia penerbangan bahkan ia telah mendapat surat izin sebagai penerbang pesawat pada 1978. 

Dia mengambi keputusan besar yaitu ia memutuskan untuk beralih ke dunia fotografi.

Hasil Karya:











Sumber:
Bandar Lampung, 28 Mei 2020 | 08.06 WIB

Achmad Zulkarnain
Achmad Zulkarnain, pemuda kelahiran Banyuwangi, 27 tahun silam tak menyangka mimpinya untuk keliling dunia menjadi kenyataan. Pasalnya sebagai difabel yang tak memiliki tangan yang utuh, ia berhasil menjadi fotografer andal yang mendunia usai diliput oleh media Internasional seperti Aljazeera dan CNN. Ia juga telah diundang ke Turki dan pada Mei 2020 akan melakukan pameran tunggal di Brazil. Mimpinya terwujud setelah mendapatkan beasiswa dari Darwis Triadi School Of Photography di Jakarta. Ia menceritakan bagaimana bertemu dengan Babe Darwis (begitu ia memanggil fotografer Darwis Triadi) dalam sebuah acara lomba fotografi difabel di Surabaya beberapa tahun silam.

"Saya diminta merakit kamera dalam waktu 10 menit dan bisa melakukan dalam waktu 1 menit, lalu Babe Darwis nawari apakah mau belajar fotografi dan tanpa berpikir panjang saya mengiyakan dan berangkat ke Jakarta 2 bulan kemudian," ungkapnya di sela-sela acara Canon PhotoMarathon, Minggu (3/11) di Atrium Sleman City Hall.

Sebelumnya pemuda yang biasa dipanggil Bang Zoel ini sudah lumayan familiar dengan kamera karena ketidaksengajaan saat bekerja di sebuah warung internet (warnet) di Banyuwangi.
"Saat kerja di warnet ada pekerjaan sampingan yang mengharuskan pegang kamera, jadi fotografer KTP, akhirnya ketagihan dan berniat membeli kamera sendiri. Misi saya sejak awal ingin mendunia dengan kamera," paparnya.

Ia memberanikan diri mengangsur sebuah kamera Canon 1100D dari gaji yang ia kumpulkan saat bekerja di kantor advokat, sebab pekerjaannya di warnet sangat tidak memungkinkan untuk mengangsur kamera.

"Gaji gak saya ambil karena untuk kredit kamera selama 18 bulan, kira-kira harga kamera pada saat itu 5,5 juta, dikredit menjadi sekitar 7,5juta," imbuh pemuda yang juga pernah belajar Jurusan Hukum di Universitas 17 Agustus 1945, Banyuwangi. Memiliki kamera DSLR tidak lantas membuatnya menjadi fotografer andal. Adaptasi ia lakukan selama 5 bulan lebih untuk menguasai kamera. Tidak sekedar menggunakan tangan namun juga mulut yang membantunya memutar tombol serta mengganti baterai dan memory card.

Ia bahkan memiliki pengalaman jatuh dari tebing setinggi 5 meter saat memotret di air terjun. "Lecet-lecet tapi untung kameranya aman, kan belum lunas," kenangnya sambil tersenyum.

Belum lagi gunjingan dan diremehkan dari orang sekitarnya. Namun baginya hal itu justru menjadi tantangan dan bukannya kendala. Justru sekarang banyak teman dan kolega yang mencari pekerjaan dari jaringan yang ia kenal.
"Diskriminasi justru dimulai dari keluarga saya, namun hal ini justru saya syukuri karena menjadikan saya seperti ini," ungkap Bang Zoel yang merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara.

"Waktu saya masih bayi dimasukin di kantong plastik akan di buang, beruntung ada saudara yang mau merawat, namun beberapa bulan kemudian diambil lagi oleh mendiang ibu saya," kenangnya. 

Namun hal itu tak lantas membuatnya dendam. Ia justru selalu mengingat pesan almarhumah ibu sebelum meninggal bahwa ia harus bisa bekerja, hidup mandiri, dan memberangkatkan umroh orangtua yang masih hidup. 

"Mungkin dulu saya hanya setengah badan kalau berfoto karena malu dengan kondisi fisik. Namun sekarang saya tidak malu sebab sosialisasi ke masyarakat tidak boleh menyembunyikan jati diri. Saya senang kini banyak teman mulai percaya diri dan bangga berfoto dengan kursi roda," papar pemuda yang kini sudah memiliki production house sendiri. Ia juga berharap Pemerintah terus meningkatkan fasilitas khusus difabel dan melibatkan para difabel dalam pembangunan agar sesuai dengan manfaat.

Hasil Karya:











Sumber :
Bandar Lampung. 28 Mei 2020 | 09.50 WIB

Oscar Matuloh

Oscar Motuloh adalah salah satu fotografer senior yang sangat ternama di Indonesia. Oscar Motuloh lahir di Surabaya, 17 Agustus 1959. Perjalanan karirnya dimulai pada tahun 1988 yang kala itu ia menjadi reporter di Kantor Berita Antara. Dua tahun kemudian, ia diangkat untuk menempati posisi divisi pemberitaan visual sebagai pewarta foto. Ia mempelajari fotografi bukan melalui kursus atau pendidikan khusus, namun otodidak.
Selain aktif menjadi pewarta foto, ia kini memimpin Kantor Berita Foto Antara dan juga menjadi Kepala Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara. Ia juga ikut mendirikan Pewarta Foto Indonesia, organisasi yang menghimpun seluruh pewarta fto di Indonesia.
Ia juga mengajar di FFTV Institut Kesenian Jakarta serta beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Ia beberapa kali menyelenggarakan pameran dan workshop bertemakan fotografi. Ia juga pernah menerbitkan sejumlah buku tentang fotografi.
Atas jasa dan hasil karyanya, Oscar Motuloh diberikan gelar Honoris Causa oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta di tahun 2019 ini. Gelar ini diberikan untuk insan yang berdedikasi pada karya penciptaan seni. Rektor ISI Yogyakarta, Prof Agus Burhan mengungkap tahun ini sudah ada satu nama yang bakal diberikan gelar Honoris Causa. Fotografer senior Oscar Motuloh menjadi nama yang akan mendapat gelar atas dedikasi pengabdian di dunia fotografi.
“Menurut kami tepat sosok Oscar Motuloh yang punya dedikasi tinggi di dunia fotografi. Karya-karya beliau saya kira memberikan inspirasi dan yang jelas membawa manfaat bagi banyak pihak,” ungkapnya (29/4/2019).
Meski telah memutuskan nama, namun ISI Yogyakarta belum merinci rentang waktu pemberian penghargaan gelar tersebut. Namun, sangat mungkin dibarengkan dengan rapat terbuka senat Dies Natalis ke-35 pada 29 Mei 2019 mendatang.

Hasil Karya







Bandar Lampung, 29 Mei 2020 | 10.40 WIB

Jimmy Iskandar
Jimmy Iskandar lahir dari keluarga Tionghoa. Orang tuanya satu orang fotografer yg terhubung bisnis jasa pemotretan di bilangan Petuakan Kota. Sejak mungil Jimmy tidak jarang menolong ayahnya buat urusan fotografi. Tidak aneh seandainya diusianya yg masihlah belia telah terbiasa utk memotret meskipun denga fasilitas yg tetap amat sangat terbatas. 

Dia jalankan itu dengan cara otodidak, tidak dengan kursus tidak dengan sekolah bahkan dirinya tidak pernah melanjutkan studinya ke perguruan tinggi. Bila ditanya kenapa pilih fotografi, sehingga Jimmy menjawab lantaran sang ayah fotografer sehingga dia pilih fotografi juga sebagai jalan hidupnya. Seperti ada aliran darah yg diwariskan sang ayah terhadap beliau di dunia bisnis ini. Terkecuali itu, dia tidak miliki tidak sedikit pilihan sebab Jimmy tidak tamat SMA kepada thn 1966. Sebab argumen politik menjadi sekolah mandarin seluruhnya ditutup oleh pemerintah. Hasilnya beliau putuskan mengikuti jejak sang ayah di dunia fotografi.


Sesudah menikah di th 1979, dengan cara keseluruhan dia terjun & fokus penuh di dunia fotografi dgn menjajal terhubung studio di daerah Hasyim Ashari, Jakarta. Disaat itu dia amat menyukai sekali sebab ayahnya memberikan nama Tarzan juga sebagai brand dagangnya. Itu merupakan warisan yg teramat bernilai. Mendapatkan berhasil itu tak gampang. Tetapi bersama penuh kerja keras, kegigihan & konsistensi dalam mendidik perusahaan, ayah 3 anak berusia 64 thn ini dapat ke luar juga sebagai terpandai dalam hidupnya. Bahkan dia dapat lakukan lompatan-lompatan cerdik buat mengembangkan perusahaannya. “Untuk berhasil amat perlu perjuangan,” ungkapnya.

Jimmy amat sangat bangga, usahanya memakai nama ‘Tarzan’ hal tersebut karena amat sangat bersejarahnya nama itu bagi dia & sang ayah. Pastinya ini berawal dari bisnis fotografi ayahnya yg pula memanfaatkan nama ‘Tarzan’. Awalnya ayahnya menggunakan nama Taishan, satu buah gunung yg ada di Tiongkok. Tetapi dengan cara kebetulan dikala yg sama film Tarzan tengah laris. Buat kemudahan pengucapan, hasilnya ya digantilah jadi Tarzan

Benar-benar namanya terkesan kampungan tetapi bersama nama itu orang enteng mengingatnya. “Biarlah nama hutan tetapi rezeki kota, biarpun awalnya aku mesti berjuang keras menggaet pelanggan,” ungkapnya. Bila ditany bagaimanakah awal merintis bisnis Tarzan poto ini sehingga jawabannya, “Wah.. lumayan penuh perjuangan. Di periode itu aku tidak jarang ‘terlunta-lunta’ tersebar brosur ke perumahan bersama door to door di lebih kurang Jakarta. Namun syukurlah hasilnya perjuangan aku itu berbuah manis,” ujar Jimmy. 

Pelan tetapi tentu, tidak sedikit pembeli yg menggunakan jasa Tarzan Foto. Soal kerja keras, seluruhnya pengusaha tentu kerja keras. Namun Jimmy menjadikan seluruh tantangan yg dihadapinya itu sbg motivasi buat memperoleh berhasil bukan kesukaran yg jadi gangguan.

Jimmy perlu lima thn merintis usaha ini sampai hingga se populer & sesukses ini. Sesudah beliau sukses bersama poto kanvasnya, Tarzan photo juga booming, tidak sedikit dicari orang. selain di Jakarta tapi pula dari Lampung, Jambi & kota-kota lain. Tapi itu bukanlah prestasi puncak.
Yg membanggakan Jimmy ialah waktu dia diakui utk memotret 5 Presiden Republik Indonesia seperti Hekto Meter Soeharto, BJ Habibie, Gus Dur, Megawati & Susilo Bambang Yudhoyono. diluar itu beliau tidak jarang melayani pemotretan petinggi negeri yang lain.

Beliau serta ditunjuk & diakui juga sebagai official photographer di KTT Non Blok 10 di Jakarta dengann mengabadikan poto 108 kepala negeri pula di Konverensi Asia-Afrika (KAA) Golden Anniversary yg dihadiri 110 kepala negeri di Jakarta & Bandung cuma hitungan 2 menit saja. Padahal dirinya tidak sempat laksanakan promosi apapun.


Selagi berkarir 62 th ini, Jimmy mengaku menemui beragam menyukai & duka seperti disaat pembukaan awal, camera yg ala kadarnya & bekerja masihlah sendirian. Disaat itu orderan pula masihlah sepi, cuma 2 hingga 3 orderan saja seminggu. & yg tentu ialah kopmplain dari pelanggan. “Ya.. namanya bisnis dibidang jasa, terkadang ada komplain namun aku sellau serentak tanggap. Jika pelanggan terpuaskan tentulah mereka narasi ke orang lain. Dari situlah Tarzan Poto makin ternama,” ungkapnya. 
Tidak jarang demi tugas Jimmy pula mesti rela meninggalkan keluarganya. Seperti kala menerima orderan di luar Jakarta. sekarang Tarzann Poto masihlah mempunyai tiga cabang yg semuanya di Jakarta. Dikala ditanya apakah tidak mau membuak cabang di luar kota sehingga jawabannya ialah dia mau konsentrasi ke tiga dahulu dikarenakan fotografer tidak sama bersama jual camera. Menjual camera sanggup di tiap-tiap kota tetapi fotografi tak begitu, jawabnya. 
Itulah Biografi Jimmy Iskandar, fotografer otodidak yg sukses memperoleh berhasil mengagumkan di sektor fotografi lewat Tarzan Poto. Mudah-mudahan kita mampu meniru kerja keras, semangat, komitmen & visi jauhnya menyangkut kehidupan & business, pastinya pas bersama sektor kita masing-masing.
Hasil Karya:






Sumber:
http://biografi5.blogspot.com/2015/04/biografi-jimmy-iskandar-photografer.html
https://daily.oktagon.co.id/membuat-potret-keluarga-yang-kreatif-dan-melekat-di-ingatan/
https://biografi-pengusaha-muda.blogspot.com/2013/10/biografi-jimmy-iskandar-fotografer.html
Bandar Lampung, 29 Mei 2020 | 13.30 WIB

Anton Ismael
Anton Ismael atau Antonius Widya Ismael Menekuni Fotografi dari tahun 1992 di SMA de Britto , Yogyakarta. Di sana ia mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di de Britto Photography Clun (DPC) kemudian melanjutkan ke pendidikan S1 di RMIT atau Royal Melbourne Institute Of Technology, namun ia harus kembali ke Jakarta pada tahun 1998 sebelum menyelesaikan pendidikan di RMIT dikarenakan krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Pada tahun 1998 Anton Ismael atau yang kerap disapa Pae ini bekerja sebaggai video editor sampai tahun 2000, kemudia kembali lagi dalam jalur fotografi pada tahun 2000 dengan bergabung di The Loop Indonesia, yaitu sebuah Perusahaan Fotografi yang bergerak di bidang Komersil. Berada di The Loop dari tahun 2000 sampai dengan 2005 memberikan banyak pengalaman di bidang komunikasi visual industri periklanan yang hingga sekarang menjadi bekal Pae dalam menjalankan perusahaan nya sendiri yaitu THIRD EYE SPACE dari tahun 2005 sampai dengan sekarang.


Third Eye Space atau TES adalah sebuah ruang kreasi bagi siapapun yang ingin belajar dunia kreatif, TES membuka ruang bagi siapa saja yang ingin berdiskusi, berkreasi dan menwujudkannya. Sampai saat ini TES memberikan support kepada Kelas Pagi Yogyakarta dan Jakarta, yang telah mengajar lebih dari 2000 siswa dalam rentan waktu 10 tahun terakhir yang dimulai pada tahun 2006.


Anton Ismael atau yang akrab dipanggil Pae menekuni bidang fotografi dengan tidak sengaja. Awalnya ayah  beliau mempunyai kamera analog. Saat ia beranjak kelas 3 atau 4 Sekolah Dasar, ia belajar memotret secara asal dengan menggunakan kamera ayahnya. Ia dan ayahnya juga suka berbincang  membicarakan gambar yang bagus seperti apa dan cara memotret yang benar itu seperti apa, dulunya ia dan ayahnya memainkannya dengan sebutan tustel, bukan kamera. Ia dan keluarganya memang mempunyai hobi memotret dan suka dipotret sejak dahulu jadi dunia fotografi sudah menjadi kebiasaan di dalam keluarganya.
Beranjak Sekolah Menengah Pertama beliau di perkenalkan lagi dengan kamera SLR, di SMA beliau di pijamkan oleh kakaknya kamera SLR yang ia pinjam dari temannya,ia merasa asyik sendiri karena kamera SLR bisa mengeker dan mengezoom, saat di SMA juga ia mengikuti ekstrakulikuler motret kemudian melihat kesenangan itu ia di belikan kamera oleh ayahnya yaitu Pentax K1000 yang menjadi kamera pertamanya, yang berharga 450 ribu yang merupakan kamera basic yang mempunyai banyak fungsi dan cukup lengkap, Setelah lulus dari SMA Pae bingung akan tujuannya dan ia tidak tahu harus mengambil kuliah dengan jurusan apa lalu ayahnya menyarankan untuk mengambil kulih jurusan fotografi di Australia di Royal Melbourne Institute of Technology. Dan disana ada andil dalam keluarga beliau yang mensupport beliau akan sesuatu yang ia suka.  Sebelum menyelesaikan kuliahnya beliau pulang di karena krisis moneter tahun 1998 kemudian luntang lantung beberapa tahun sampai akhirnya kembali menemukan jejaknya di fotografi pada tahun 2000 dengan mengasisteni seorang fotografer bernama Sam Nugroho, disana ia tidak belajar memotret tetapi lebih belajar berkomunikasi dengan manusia, ia menyadari bahwa fotografi adalah ilmu komunikasi yang cukup kental, ia belajar tetang ilmu komunikasi bagaimana ia menservice client, menghargai pendapat orang lain, berfikiran dari presepsi yang berbeda, dari sana ia belajar dan hidup dengan fotografi.
Untuk soal karya dari Anton Ismael masih menjadi kajiannya sendiri, tapi yang selalu  beliau lakukan adalah menggabungkan antara foto dengan gambar, tanpa ia sadari ternyata beliau sudah melakukan itu sejak pertama kali belajar memotret,  ia adalah tipe orang yang senang melakukan atau mencampurkan apa yang beliau senangi , ia selalu mencampurkan hal itu pada karyanya dan pada akhirnya beberapa orang melihat itu adalah Mix Media, Mix Media sendiri adalah seni visual yang mengacu pada karya seni dalam pembuatan yang lebih dari satu media yang telah digunakan. Dalam berkarya fotografi beliau mempunyai beberapa jalur yaitu komersil dan ekspresi pribadi, untuk komersil itu adalah pesanan client dari koorporasi dan yang untuk ekspresi pribadi adalah Mix Media dengan teknik menggambar, foto, dan menempel. Pada saat orang berkarya orang akan berfikiran dan bergerak akan sesuatu yang lalu seperti  pengalaman hidup, background, beliau sendiri dari dulu senang mengambar, beliau tidak memilih menggambar tetpi secara otomastis beliau mengekspresikan itu, ia tidak merencanakan dan menyukai menggambar tetapi lebih mengekspresikan pemikirannya dengan menggambar , karna melakukan itu secara berulang-ulang dengan hasrat dan tidak di rencanakan. pada saat melakukan sesuatu yang di rencanakan pasti akan berbeda rasanya dan secara kemistrinya, tapi beliau melakukan itu dari dulu.
Dalam berkarya beliau juga menemukan titik jenuh, Jenuh itu pasti, beliau melalui titik jenuh itu disaat apa yang beliau kerjakan tidak bisa mendukung isi hati nya, ia mulai menjalankankan seni rupa di fotografi, yang pokok pembahasan isinya berkaitan dengan apa yang ia lakukan yaitu sebagai pengajar, ia adalah seorang guru dan beliau selalu merefleksikan pemikiran-pemikirannya dalam hal pengajaran dan pola asuh pada anak, itu terefleksi di dalam karya pribadi dan di karya seni rupa beliau sendiri. Anton Ismael sering membicarakan pola asuh jadi bisa dilihat bagaimana pemikiran-pemikiran beliau tentang pola asuh dan pendidikan, bagaimana ia menyuarakan tentang kebudayaan rumah yang kita lihat dari sisi yang berbeda  Dilemanya pada saat ia mengerjakan itu,  pekerjaan beliau di komersil terbengkalai, jadi beliau dilema dan ketika ia merasa jenuh di komersil, ia akan kembali ke seni rupa. Saat di seni rupa tidak ada pemasukan maka ia akan kembali lagi ke komersil. Jadi hidup adalah sebuah kompromi, tergantung bagaimana kita bisa meng overcome kebosanan itu.
Hasil Karya:






Sumber:
http://kelompok4fotografia.blogspot.com/2018/01/anton-ismael_3.html
https://sarasvati.co.id/online/04/anton-ismael-petuah-orang-tua-di-dalam-rumah/
https://www.unbox.id/oppo/berkolaborasi-dengan-6-fotografer-oppo-hadirkan-pameran-further-your-vision/attachment/foto-2-anton-ismael/
https://crafters.getcraft.com/id-articles/anton-ismael
Bandar Lampung, 29 Mei 2020 | 14.20 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar